My Holiday guide you to see the beauty of the West Borneo

Lamang

Jumat, 05 Maret 2010

Pengunjung setia Blog MyHolidaySite.blogspot.com, kali ini kita akan membahas makanan kecil khas Kalimantan Barat lainnya yang bernama Lamang. Penganan ini berasal dari suku Daya', yang umumnya hanya dibuat pada saat ada perayaan atau kejadian khusus saja. Kalau sekarang mungkin sudah bisa  kita lihat di tempat penjualan makan kecil. Kalau diucapkan oleh masyarakat suku Melayu maka namanya menjadi Lemang. Sedangkan oleh saudara kita yang berasal dari suku Tionghoa akan menjadi Cuk Thung Fon atawa nasi yang dimasak dalam bumbung bambu. Nama lain untuk penganan ini ialah CUcur kalau pakai bahasa Indonesia. Tips: kalau di kampung-kampung jangan pakai nama cucur karena mereka lebih akrab dengan Lamang or Lemang.

Sekarang kita akan bahas sedikit tentang bahan dan cara pembuatan Lamang. Untuk membuat Lamang sering menjadi masalah ialah pada saat waktu pembakaran atau saat memasaknya. Bahan yang diperlukan saat membuat Lamang ialah beras ketan ( pulut dalam bahsa Daya' dan Melayu ) dengan bumbu sedikit garam, santan kelapa, daun pisang yang masih muda, bawang putih dan tentu saja bumbung bambu. Bambu yang digunakan di sini ialah jenis bambu yang berkulit tipis yang nama lokalnya oleh warga keturunan Daya' dinamakan Soenkg. Bambu jenis ini selain berkulit tipis juga ruasnya panjang sekitar 60-70 cm dan diameternya sekitar 6 cm.

Cara pembuatannya. Setelah bambu disiapkan dan dibersihkan dalam dengan cara mengisinya dengan air sekitar semalaman, maka isikan potongan daun pisang muda sebagai pelapisnya. Ini memiliki maksud agar nanti kalau sudah matang ketannya tidak menempel di kulit batang bambu. Setelah melapis dengan daun pisang makan selanjutkan masukkan beras ketan yang sudah sicampur dengan garam dan ulekan bawang putih ini agar nanti hasilnya lebih harum dan rasanya lebih nikmat. Kalau orang Holanda bilang lekker. Setelah itu baru masukkan air santan kedalamnya. Jika sudah selesai semuanya maka siaplah bumbung bambu ini untuk dibakar sebagai proses akhir pematangan.

Proses pembakaran. Untuk bagaian ini harus dibuat dulu tatakan untuk menaruh bumbung bambu tadi yang berupa tatakan dasar yang terbuat dari batang pisang dan sandaran atasnya dari kayu biasa. Posisi sandaran dan dasar tatakan pada saat ruas batang bambu ini diletakan akan sedikit miring dengan sudut sekitar 80 derajat. Setelah tatakan pembakaran selesai maka api siap dinyalakan dan ruas bambu tadi ditaruh ditatakan tersebut. Nyala api harus dipertahankan merata jangan terlalu besar karena ruas bambu akan hangus. Untuk yang sudah ahli memasak Lamang tentu bukan masalah. hehehehe kahn sudah ahli. Sebenarnya yang sangat dibutuhkan ialah panas dari bara api itu. Sambil diputar ruas batang bambu itu maka matangnya Lamang akan merata dan tidak akan hangus. Nyala bara dipertahankan dengan jalan mengipasinya. Jika sudah matang maka siaplah Lamang ini untuk diangkat dari tempat pemanggangannya. Terus biarkan sampai dingin dulu. Setelah dingin maka para The Rakuser bisa siap untuk menyantapnya. Belah ruas bambu itu untuk mengeluarkan Lamang matang tersebut terus potong jadi ruas-ruas kecil terus dimakan dech. Uuuuuuuuuuups jangan lupa daun pisangnya dilepas dan dibuang di tempat sampah ya.!!!

Kadangkala untuk variasi rasa dan mempercantik isi dari Lamang ini dapat juga dimasukan kacang merah yang tentunya sudah direndam dulu biar lebih mudah matang. Akhirnya selesai dech tulisan artikel ini. Selamat mencoba dan menikmatinya. ( MWB )

Read more...

Sejarah Cap Go Meh

Rabu, 03 Maret 2010

Cap Go Meh merupakan ucapan untuk hari ke-15 setelah hari perayaan Tahun Baru Imlek dalam dialek Tio Chiu maupun Hokkian. Sedangkan pengucapan dalam dialek Kek atau Hakka pengucapannya Cang Nyiet Pan yang berarti Pertengahan Bulan atau Selisih Setengah Bulan kadang kala ada juga yang menyebutnya Sin Min Sang ( Perayaan untuk para Dewa ). Sementara untuk di daratan Tiongkok sendiri disebut dengan Yuan Xiau Jie yang bermakna Festival Malam Bulan Pertama.

Kalau diruntut ke belakang, perayaan Cap Go Meh di Indonesia itu telah ada sejak abad ke-17 saat di mulainya imigrasi masyarakat Tionghoa dari Cina Selatan ke Indonesia. Pada masa dinasti Han, kaisar ikut merayakan peristiwa ini bersama dengan seluruh rakyat. Sedangkan pada jaman dinasti Zhou sekitar abad ke-8 sampai dengan pertengahan abad ke-2 sebelum Masehi, perayaan tanggal 15 malam bulan pertama Imlek para petani memasang dan menyalakan lampion di sekitar ladang dan sawah untuk mengusir hama serta menakuti binatang perusak tanaman. Perayaan ini mereka namakan Cau Tian Chan yang berarti menerangi sawah atau ladang. Mungkin ini yang merupakan awal dimulainya festival lampion setiap tahun pada pertengahan bulan pertama Imlek. Inilah salah satu versi tentang awal mula Cap Go Meh.

Bersama dengan nyalanya lampion itu juga ditabuh gendang dan kencrengan yang meimbulkan bunyi yang berfungsi untuk menakuti hewan yang akan merusak tanaman mereka. untuk lebih memeriahkan suasana maka di ciptakanlah aneka macam bentuk hiburan seperti barongsai dan naga yang dalam mitologi masyarakat China berfungsi sebagai hewan pembawa keberuntungan dan pelindung mereka. Berjalan seiring dengan waktu maka kebiasaan ini menjadi sebuah adat kebiasaan yang terus berkembang dan diwariskan turun temurun ke generasi yang lebih muda hingga sampai saat ini.

Mengapa perayaan Cap Go Meh berubah anggapan dari perayaan rakyat menjadi perayaan keagamaan ini karena kemungkinan karena perayaan ini pada jaman dulu lebih banyak dipusatkan di sekitar Kuil atau Kelenteng. Tentunya hal ini dapat dimaklumi karena kebanyakan masyarakat Tionghoa pada saat itu merupakan penganut ajaran Konfusius, Tao dan Budha. Sejatinya masyarakat penganut Konfusius melakukan ibadat bukan di Kuil atau Vihara akan tetapi Bio atau Sin Miau yang berarti tempat tinggal Dewa atau Dewi. Sedangkan untuk masyarakat Tionghoa suku Hakka atau Kek lebih sering menyebutnya dengan Pakkung.

Perayaan Cap Go Meh yang kita lihat sekarang tentu sudah mengalami banyak perubahan, akan tetapi permainan naga dan barongsai tidak akan pernah lepas. Untuk barongsai sendiri sebenarnya ada dua macam yaitu Khilin dan Sie. Cuma yang lebih terkenal itu adalah Sie sedangkan Khilin sudah mulai hilang. Pembeda fisik antara kedua jenbis itu adalah adanya tanduk untuk Khilin dan Sie sendiri tidak memilikinya. Untuk musiknya juga berbeda iramanya.Kalau kita dengarkan irama tetabuhan untuk Khilin itu seperti musik Tango yang dominan dengan staccatonya.

Kalau adanya Tathung ( orang yang dalam keadaan trance karena kemasukan roh dewa atau dewi ) yang ada dalam perayaan Cap Go Meh itu lebih banyak berkembang kemudian dan ini sepertinya hanya ada di Indonesia saja. ( MWB:dari berbagai sumber )

Read more...

Labels

anggrek hitam (1) Antu gergasi (1) bakpao (1) bakul (1) bambu (1) baning. Nephentes (2) barongsai (3) baronsai (1) batik (2) batik Tidayu (2) bawang putih (1) Bengkayang (1) bengkuang (1) beras ketan (1) betang (1) Bidayuh (1) bika (1) bokor (1) Borneo (1) buah golau (1) bubur (1) bubur gunting (1) bukit kelam (1) cakkue (1) cap go meh (2) cerita dayak (1) cerita rakyat (1) Cucur (1) cuisine (1) daging babi (2) daun pandan (1) daun pisang (1) Dayak (14) Dayak Jangkang (1) dayak mualang (1) Dayak Ngaju (1) Dayak pesaguan (1) Dewi Kwan Im (1) doa bapa kami (1) dwikora (1) ensaid panjang (1) es jeruk nipis (1) Festival (1) garam (1) gima (1) giring-giring (1) gula merah (4) gula pasir (2) gunung (2) ham pan (1) handcraft (12) hukum adat (2) hutan (2) Iban (1) ibanik (1) ikan (1) imlek (1) Jubata (1) juhi (1) kacang tanah (1) kain (2) Kalbar (10) Kalimantan Barat (33) kanayat'n (1) kantong semar (1) kantong semarm sintang (3) kapuas (2) katak (1) kayau (1) kelenteng (1) kelepon (1) kendayan (1) kerajinan tangan (8) keranjang (1) ketan (1) ketapang (1) ketupat (1) kue (8) kue bongko (1) kue dadar gulung (1) kue getuk ubi (1) kue Hu (1) kue kelepon (2) kue lapis (1) kuetiau (1) kuil (1) kuliner (2) lamang (1) lampion (1) landak (1) laut (1) leluhur (1) lezat (1) lila (1) lotos (1) makanan (4) manik-manik (5) Manisan (2) manuhir (1) Melayu (4) mengayau (1) mietiau (1) muri (1) naga (4) nenas (1) Ngaju (1) Nyobeng (1) Oleh-oleh (2) oncoi (1) our lord prayer (1) Pahuni (1) pakaian adat (5) pandan (1) panggang (1) pangkong (1) pantai (2) parutan kelapa (2) pati nyawa (1) peci (2) Pekong (2) penganan (1) Pengkang (1) petis (1) pewarna makanan (1) pisang goreng (1) Pontianak (4) pulut (1) ragi (1) resort (1) rujak (1) rumah adat Dayak (1) Rumah panjang (1) santan (2) sapek (1) Sekadau (1) serampang (1) singa (1) singgkawang (2) singkap mangkok (1) singkar (1) Singkawang (44) singkop (1) Sintang (3) sola (1) songkok (2) sotong (1) sungai (3) Supadio (1) tael (1) tajau (2) Tampung (1) tape (1) tathung (1) Tatung (2) telur (1) tempayan (2) Temple (2) tengkorak (1) tenun ikat (4) tenun traditional (1) Teping kanji (1) tepung beras (3) tepung beras ketan (1) tepung gandum (1) tepung terigu (1) thiam pan (1) timun (1) tionghoa (4) Toa Pekong (1) traditional (1) tuak (1) Tumpi (1) Tumpik (1) ubi kayu (1) udang (1) upacara (1) vanili (1) vihara (3) wajik (1) wajik ketan (1) wisata (1)

  © Blogger template The Professional Template II by Ourblogtemplates.com 2009

Back to TOP