My Holiday guide you to see the beauty of the West Borneo

Cerita Daya' Mualang: ANTU GERGASI

Sabtu, 04 September 2010

Di suatu kampung yang terletak di dekat bibir Rimba belantara yang amat lebat serta tanahnya yang subur makmur dan tidak akan kekurangan segala sumber makan serta dikelilingi oleh banyak aliran sungai, hiduplah sebuah keluarga muda sepasang suami istri.
Nama kepala keluarga muda ini ialah Demong Ranjuk dan istrinya yang cantik jelita dan ketika itu sedang mengandung anaknya yang pertama. Walau tidak disebutkan namanya, istri Demong Ranjuk yang rupawan ini memiliki rambut lurus, mata bening indah, bibir merak merekah, pipinya selalu merah apabila terkena sinar matahari bagaikan kena getah kayu rengas.

Seperti warga kampung lainya mereka juga berladang. Demong Ranjuk memiliki kegemaran berburu, maka dia memiliki banyak sekali anjing yang dipelihara untuk berburu. Anjing-anjing Demong Ranjuk ini sangat cekatan dan gesit.

Pada suatu saat istri Demong Ranjuk yang sedang hamil ini mengidam yang agak aneh yaitu dia ingin sekali makan hati pelanduk / kancil putih.
Sudah berpuluh-puluh pelanduk didapatkan namun begitu hasilnya diperiksa hasilnya nihil karena warnanya sama seperti layaknya hati binatang lain. Demong Ranjuk selalu menenangkan hati istrinya untuk bersabar. Istrinya akhirnya tetap bersabar juga, walau ngidamnya agak aneh. Pasangan ini tidak lupa untuk selalu berdoa memohon petunjuk dari Petara ( Tuhan ) agar persoalan ini dapat di luruskan dan dijawab oleh Sang Petara. Tak lupa juga Demong Ranjuk untuk bertanya dan meminta bantuan kepada teman-teman dan tetua-tetua kampung tentang sebab musabab keanehan yang terjadi pada istrinya.
Namun semua warga kampung menggelengkan kepala dan akhirnya menjawab tidak mengerti. Untuk menjawab segala teka-teki ini maka Demong Ranjuk sepakat dengan istrinya untuk berburu di hutan belantara dan bermalam di sana.

Pada suatu pagi yang cerah, sebelum matahari menyingsing, Demong Ranjuk telah berangkat ke hutan dengan satu harapan dapat menemukan hati pelanduk putih guna memenuhi ngidam istrinya. Dengan perbekalan yang sangat lengkap dan anjing-anjing pilihan,  Demong Ranjuk pun berjalan melintasi hutan rimba belantara yang sangat lebat untuk pergi berburu.
 
Di suatu tempat yang agak lapang di bibir hutan, anjing-anjing Demong Ranjuk menyalak dengan suara yang sangat riuh ketika mereka melihat seekor babi hutan yang tua dan besar. Mendengar suara salakan anjing yang sangat ramai itu, Demong Ranjuk pun segera memberi semangat kepada anjing-anjingnya untuk terus mengepung buruannya itu. Terbersit dalam pikiran Demong Ranjuk kalau pada saat ituanjing-anjingnya sedang menyalak karena menemukan seekor pelanduk putih. Namun setelah akhirnya melihat bahwa anjing-anjing tersebut menyalak karena melihat seekor babi hutan yang sangat besar dan sudah bertaring panjang, maka Demong Ranjukpun bertekat untuk membunuh babi hutan yang sangat besar tersebut dan nantinya digunakan untuk membuat ramuan campuran daun ara bila sang istri tercinta kelak selesai bersalin.

Demong Ranjuk kemudian menancapkan tombaknya ke arah rusuk babi besar tersebut dan babi itu pun kemudian jatuh tersungkur, namun masih hidup. Kemudian babi itu bangkit lagi dan melihat ke arah Demong Ranjuk dan ingin menyeruduk Demong Ranjuk. Karena Serangan babi ini lalu Demong Ranjuk secepat kilat mencabut parang dari sarungnya dan mengarahkan parang tersebut untuk memotong leher babi itu, namun salah sasaran. Parang Demong Ranjuk yang tajam dan besar itu mengenai akar blungkak. Dan nasib sialpun dialami olehnya, parang Demong Ranjuk itu memantul dan malah memotong kepalanya sendiri hingga putus. Kepala Demong Ranjuk yang terpotong itu kemudian terjatuh ke dalam jurang yang amat dalam. Namun tangan Demong Ranjuk terus meraba-raba untuk mencari kepalanya dan akhirnya tangan Demong Ranjuk berhasil menggapai kepala anjing berburunya yang paling besar.
Dalam kepanikannya itu Demong Ranjuk akhirnya dengan nekat memotong kepala anjing itu hingga putus dan menancapkan kepala anjing itu ke lehernya dan keajaiban kemudian terjadi. Kepala anjing tersebut langsung menempel dilehernya dan menyatu dengan leher Demong Ranjuk. Dengan kejadian ituakhirnya Demong Ranjuk pun berubah menjadi " Manusia yang Berkepala Anjing".

Karena kejadian ini Demong Ranjuk pun malu untuk pulang ke kampungnya dan bertemu dengan istri tercinta yang sedang mengadung anak pertamanya. Dia sangat malu karena kenyataan pahit yang dialami dalam hidupnya ini,  memang Demong Ranjuk masih hidup seperti manusia tapi kepalanya sudah berubah menjadi kepala seekor anjing. Dengan kenyataan ini akhirnya Demong Ranjuk memilih untuk hidup mengembara dan tinggal di dalam hutan secara berpindah-pindah. Dia juga membangun pondok untuk dirinya dan anjing-anjingnya. Di setiap pondok yang dibangunnya dia menanam pohong pinang yang dulu dibawanya dari dari rumah sebagai kenang-kenangan.

Dengan berlalunya waktu, Demong Ranjuk sudah bertahun-tahun tinggal dan mengembara di hutan dan keadaan tubuhnyapun mulai berubah. Tubuhnya ditubuhi oleh bulu merah dan rupanya menjadi semakin seram. Anjing-anjingnyapun berubah wujud menjadi burung-burung engkererek. Demong Ranjuk sekarang tidak bebrburu pada siang hari lagi akan tetapi berubah menjadi pada saat malam. Demong Ranjuk sudah berubah menjadi Antu Gergasi.

Sepertinya dengan Demong Ranjuk, istrinyapun sudah melahirkan seorang anak laki-laki dan dan tumbuh menjadi seorang pemuda yang tampan dan gagah. Tak terasa waktu berlalu selama 20 tahun sejak kejadian di hutan saat Demong Ranjuk pergi berburu.

Pada suatu saat Istri Demong Ranjuk terkejut saat ia mendengar pertanyyan putranya yang menanyakan tentang keberadaan bapaknya kepada sang ibu. Istri Demong Ranjuk pun tak dapat membendung air matanya karena terkenang akan suami tercintanya yang telah hilang bagai ditelan bumi. Akhirnya istri Demong Ranjuk pun menceritakan keadaan sesungguhnya kepada sang anak tentang bapaknya. Mengapa sang bapak pergi dan bagaimana sang bapak berusaha mencari hati pelanduk putih yang diidamkannya ketika si anak masih berada dalam kandungannya. Mendengar cerita itu, pada suatu hari sang anak pamit kepada ibunya untuk mencari sang bapak di dalam rimba. Atas permintaan itu, sang ibu memberi ijin dan petunjuk tentang sang bapak. kalau sang anak melihat pohon pinag yang tumbuh di dalam hutan itulah tanda-tanda yang telah ditinggalkan oleh sang bapak di dalam rimba. Setelah itu berangkatlah sang anak ke dalam hutan untuk sanag bapak. Di dalam hutan dia menemukan banyak bekas pondok dan pohon pinang. Dari bekas pondok ke pondok dia terus menyusuri jejak sang bapak. Pada pondok ke tujuh , dia melihat pinang yang sangat lebat dan ada tanda sapa dari kejauhan.  Di tempat itu sang anak melihat sesosok makhluk yang bertubuh manusia dan berbulu merah serta berkepala anjing, nalurinya menyatakan bahwa itulah sang bapak dan sang bapak juga merasakan hal yang sama terhadap anaknya. Mereka berpelukan untuk melepas rindu mereka dalam pertemuan itu.

Tiga malam sang tinggal dalam pondok yang dibangun oleh sang bapak. Sang bapak karena keadaanya yang memilukan tidak pulang, karena dia sudah berubah menjadi Antu Gergasi. Dia hanya menitip salam untuk ibunya dan agar tetap tabah dan menerima kenyataan yang ada. Dan Sang Ayah meninggalkan pesan kepada anaknya untuk selalu diingat hingga ke anak cucunya nanti. Pesan bapak kepada sang anak, yaitu: "Bila kalian nanti sampai ke anak cucu dan turunan kalian mendengar ada orang berburu dan memanggil anjing-anjing di hutan, segeralah kalian membakar sabut pinang agar kalian tidak menjadi sasaran buruanku."
Cerita ini menjadi mitos dalam masyarakat suku Daya' Mualang. Hingga sampai saat ini jika oarang Daya' Mualang bermalam di pondok dalam hutan dan mendengar suara orang berburu malam dan suara burung engkererek, maka pasti mereka akan membakar sabut pinang agar Antu gergasi pergi dan berhenti, karena dia tahu kalo mereka masih keluarga dan orang Mualang.

Namun saat ini menjadi lain suara Antu gergasi itu telah hilang dan berubah menjadi suara gemuruh buldoser yang membabat rimba untuk di sulap menjadi perkebunan sawit.
( Apollonaris. Sumber cerita: Perua (alm), kampung: Tapang Pulau, Sekadau. Cerita ini juga terdapat pada subsuku Daya' Rumpun Ibanik lainnya ).

Sumber: Majalah Kalimantan Review, No:174/XIX/Februari/2010.

Read more...

HUKUM ADAT DAYA' JANGKANG: PATI NYAWA

Masyarakat Daya' menempatkan nyawa manusia pada posisi yang sangat tinggi. Meski tidak terdapat peraturan adat yang menyatakan nyawa ganti nyawa, tetapi ada peraturan adat yang dapat dianggap "menggantikannya". Peraturan adat ini dinamakan "PATI NYAWA". Secara umum ada kesamaan peraturan adat pati nyawa ini dalam berbagai subsuku Daya', hanya istilahnya saja yang mungkin berbeda.

Dalam buku yang ditulis oleh R. Masri Sareb Putra ( 2010 ) yang berjudul " From Headhunter To Catholics, Studi Dan Pendekatan Semiotika Dayak Jangkang", terdapat kutipan tentang Hukum Adat Dayak mengenai Pati Nyawa ini.
Buku Hukum Adat Daya' Jangkang pada bab 24 pasal 1 dijelaskan bahwa Pati Nyawa adalah tuntutan adat bagi seseorang yang dibunuh atau terbunuh. Yang dapat dikenakan Hukum Adat PAti Nyawa yaitu orang yang meninggal dunia akibat kena tabrak kendaraan, jatuh dari kendaraan, kena senjata tajam atau diracuni. Meninggal akibat tersebut di atas bila ada asuransi maka tidak dikenakan pengganti alat tubuh manusia, tetapi jika tidak ada asuransi maka maka wajib membayar pengganti organ tubuh. Biaya penguburan ditanggung pelaku.

Ada enam komponen Adat Pati Nyawa yaitu:
1.  Badan Adat terdiri dari 18 tael x 30 singkap mangkok = 540 singkap mangkok.
2.  Kepala Adat terdiri dari 18 buah tajau / tempayan.
3.  Sola Adat terdiri dari 18 omonk daging babi.
4.  Beras Adat 200 kg.
5.  Tuak Adat 2 tempayan besar masing-masing berisi 60 liter tuak.
6.  Perlengkapan sayur mayur.

Untuk Adat Setengah Pati Nyawa yaitu peraturan yang dikenakan terhadap pelaku yang mengakibatkan seseorang yang lain mengalami luka parah. Hukum Adat ini wajib dibayarkan sesegera mungkin. Biaya hukuman Adat ini dapat di kurangi dari jumlah biaya berobat.
Sedangkan akibat luka parah yang mengakibatkan seseorang lumpuh, maka  si penyebab kecelakaan wajib membayar hukuman Adat Setengah Pati Nyawa diluar biaya berobat ( tidak dibebani biaya hidup ). Adapun rincian Hukum Adat Setengah Pati Nyawa adalah sebagai berikut:
1.  Badan Adat terdiri dari 9 tael x 30 singap mangkok = 270 singkap mangkok.
2.  Kepala Adat terdiri dari 9 buah tajau / tempayan.
3.  Sola Adat 9 omongk daging babi.
4.  Beras Adat 100 kg.
5.  Tuak Adat 1 tempayan berisi 60 liter tuak.
6.  Perlengkapan sayur mayur.

Untuk warga Daya' Jangkang yang meninggal karena dibunuh secara sengaja ( direncanakan ), maka pihak keluarga dapat menuntut Hukum Adat Pati Nyawa dan Pengganti Organ Tubuh / Akibat Kehilangan Nyawa. Ini merupakan Hukuman  Adat yang paling berat.
Hukuman Adat Pengganti organ tubuh manusia ini seperti termuat dalam buku Hukum Adat Daya' Jangkang pada Bab 27 pasal 1 adalah sebagai berikut:
1.  Darah ( Tuak Pati ): 1 buah tajau berisi tuak 60 liter.
2.  Rambut: 1 lusin benang hitam.
3.  Tempurung Kepala: 1 buah bokor tembaga.
4.  Biji Mata: 2 buah lotos.
5.  Daun Telinga: 2 buah par tembaga.
6.  Lubang Hidung: 2 batang pipa besi.
7.  Batang Hidung: 1 buah oncoi tembaga.
8.  Mulut: 1 buah pipa tembaga 4 persegi panjang.
9.  Gigi: 7 buah beliung.
10. Suara: 1 buah gong naga.
11. Kulit: 1 kayu ( sekitar 20 m ) kain putih.
12. Otak: 1 karung tepung terigu.
13. Tulang punggung: 1 batang besi parang.
14. Tulang rusuk: 1 batang besi parang.
15. Tulang pinggang: 1 batang besi parang.
16. Tulang tangan: 2 batang besi parang.
17. Tulang paha: 1 batang besi paha.
18. Tulang lutut: 2 buah pipa tembaga.
19. Tulang betis: 1 batang besi bulat ( 8 m ).
20. Jari tangan: 2 buah serampang besi.
21. Jari kaki: 2 buah serampang besi.
22. Kuku: 20 buah skop/cangkul.
23. Telapak tangan: 2 buah talam tembaga.
24. Telapak kaki: sandal kulit.
25. Pergelangan tangan: 2 buah gima putih.
26. Urat-urat: 10 kg kawat.
27. Kemaluan: 1 buah lila.
28. Biji kemaluan: 2 pasang giring-giring tembaga.
29. Kerangka badan: 1 buah tajau hijau naga.
Total ada 29 komponen tubuh yang harus diganti dengan barang adat.
Penggantian dalam bentuk uang terhadap hukuman adat ini dimungkinkan bila sudah sangat terpaksa karena barang-barang yang diperlukan tidak dapat ditemukan / diperoleh. Sebisa mungkin hukuman adat ini dalam bentuk barang sehingga makna Hukum Adat benar-benar terasa.

Sumber: Majalah Kalimantan Review, 179/XIX/Juli 2010.

Read more...

Hukum Adat Daya' Pesaguan: BUAH GOLAU

Keberadaan kampung buah tidak bisa dilepaskan dari kehidupan masyarakat Daya' Pesaguan Pokok Laik kengkubang Jelayan, Kecamatan Tumbang Titi, Kabbupaten Ketapang. Bagi mereka ( masyarakat Daya' Pesaguan ), keberadaan kampung buah itu sangat berarti dan harus dijaga demi keberlangsungan anak cucu. Karenanya mereka akan langsung bereaksi ketika ada pihak-pihak yang akan merusak atau mengambil buah-buah tersebut jika tidak sesuai dengan kearifan lokal yang selalu dijunjung tinggi.

Dalam  komunitas Daya' Pesaguan, kearifan lokal yang berkenaan dengan buah tersebut  dikenal dengan Hukum Adat Buah Golau, hamboyang-palampangan, kampung-perumahan, tanam-tanaman.

Sesuai hukum adat ini diatur beberapa ketentuan adat mengenai tanaman buah-buahan, diantaranya  soal larangan mengambil / merusak pohon buah-buahan, memanjat pohon durian di dekat rumah atau ladang orang, soal larangan memotong dahan pohon buah, soal memenggal buah durian dan memotong akar limat dengan sengaja.

Rincian Hukum Adat ketika seseorang mengambil ( memanjat ) pohong buah yang sudah dihamboyangi ( yang sudah ditandai oleh pemiliknya ), atau merusak hamboyang maka orang tersebut akan dikenai Hukuman Adat Daya' Pesaguan Pokok Laik kengkubang Jelayan berupa sebuah tajau yang dalam bentuk piring sebanyak 5 singkar piring.

Masyarakat Adat Pesaguan juga akan menghukum siapa saja yang mengambil / memanjat buah-buahan milik orang lain ( kampung-perumahan, tanaman tumbuhan ). Terhadap si pelanggar ketentuan adat ini dikenakan hukuman berupa 8 poko' babatu tajau ( 8 singkar piring + 1 tajau ).

Aturan hukum Adat Buah Golau berikutnya adalah mengatur soal Muntik Cabapadah-lalu'-cabatabi. Dalam kasus ini, barang siapa memanjat pohon durian atau pohon buah-buahan lainnya di dekat rumah orang dan tanpa memberitahukan kepada tuan rumah serta tidak diberi hasil panjatan maka si pelanggar akan dikenai hukuman adat paling sedikit sebuah tajau dan paling banyak 8 poko' babatu tajau ( muntik cabapadah -lalu'-cabatabi ).

Memanjat pohon durian atau pohon buah-buahan lainnya didekat ladang orang lain pun diatur dalam Hukum Adat Buah Golau ini. Apalagi jika si pelanggar tersebut selain juga tidak memberikan hasil buah panjatannya kepada si pemilik maka dia akan dikenai hukuman berupa sebuah tajau ( carucuh carubu', cambarang samadi' ).

Meski kelihatannya sepele, aturan berikutnya yang bisa dianggap melanggar hukum Adat Buah Golau dalam komunitas Daya' Pesaguan adalah ketika sesorang memantuh ( memotong dahan ) mentawak, kapul dan buah lain yang bukan " buah pantuhan". Menurut Rajiin, salah seorang tokoh masyarakat Daya' Pesaguan, ketentuan boleh tidaknya memantuh ini  penting demi keberlanjutan tanaman buah-buahan. Buah yang dahannya bisa dipantuh adalah rambutan. linang, sibau dan keriatak. Sedangkan jenis tanaman buah yang tidak bisa dipantuh seperti mentawak, kapul, durian dan pekawai. Terhadap pelanggaran aturan memantuh ini si pelaku akan dikenakan hukuman adat berupa  sedahan sesingkar mangkok.

Hal lain yang juga tidak diperbolehkan ialah ketika seseorang ( siapa saja ) memotong ( memenggal ) buah durian secara melintang. Bagi masyarakat Daya' Pesaguan memotong durian secara melintang adalah tindakan yang sangat dilarang. "Pelarangan terhadap memotong durian dengan dipenggal melintang ini karena  menyangkut pantang punti / pantangan. Bisa saja ketika memotong durian ini tangannya terluka atau bahkan tertimpa buah durian. Sehingga sangat dilarang," Ungkap Rajiin. Jika kasus seperti ini terjadi maka sipelanggar akan dikenakan hukuman paling rendah sesingkar piring dan paling tinggi sebuah tajau.

Masih terkait dengan pemotongan jenis buah berduri Rajiin menjelaskan, bahwa ada pengecualian untuk buah tertentu, " Buah berduri seperti kusik dan terotongan memang bisa dipotong secara melintang karena pertimbangan bahwa kedua buah ini sangat sulit ketika akan membuka buahnya. Beda dengan buah durian atau pekawai yang mudah untuk membukanya karena memiliki sapai / garis pembagian buahnya."

Jenis buah berikutnya yang diatur dalam ketentuan adat ini adalah tanaman buah berakar seperti limat. Hukum Adat Buah Golau menyatakan bahwa barang siapa memontas ( memotong ) akar limat ini dengan dengan sengaja sehingga mengakibatkan limat tersebut mati, hukumannya adalah sebuah tajau ( dua singkar piring ).

Ketika musim buah tiba, setiap orang juga dilarang mengambil ( mencuri ) buah durian, pekawai, sedawak, terotongan, kusik atau buah lainnya yang sudah dituguran ( ditumpuk ) oleh seseorang. Untuk pelanggaran ini si pelaku akan dikenakan hukuman adat berupa ompat poko' babatu tapayan dan buahnya dikembalikan atau dibayar.
 

Demikianlah beberapa aturan dalan Hukum Adat Buah Golau yang berhubungan erat dengan kampung buah dalam komunitas Daya' Pesaguan. Aturan adat tersebut sudah turun tenurun dalam kehidupan mereka dan beberapa diantaranya masih dilakukan sesuai dengan ketentuannya. "Kearifan lokal ( Hukum Adat Buah Golau ) ini dilakukan demi kelestarian alam," ujar Rajiin.
(Andika Pasti)

Sumber: Majalah Kalimantan Review, no:174/XIX/Februari/2010

Read more...

MANUHIR

Manuhir  merupakan sebuah pengobatan alternatif dari Dayak Ngaju. Pengobatan ini adalah sebuah proses untuk mengeluarkan tanda darah kotor yang terdapat pada seseorang yang harus dikeluarkan dari tubuh.
Bilamana darah kotor ini tidak dikeluarkan menurut kepercayaan asli masyarakat dayak Ngaju maka orang tersebut akan mengalami mati berdarah seperti kecelakaan, disambar buaya atau tenggelam.
Orang yang dapat melihat adanya tanda darah kotor ini dinamakan Tampung.
Manuhir adalah sebuah proses mengeluarkan darah dari jempol atau dari bagian tubuh lain seseorang dengan jalan mengiris / menyayat atau juga melukai, yang dalam bahasa Dayak Ngaju berarti Tuhir.
Manuhir diperlukan karena untuk mengeluarkan darah dari orang yang mau diobati, sehingga ancaman atau gangguan dari luar dapat dihindari. Kuasa Tuhan yang Maha Kuasa / Jubata diperlukan untuk mengeluarkan darah itu dengan pembacaan doa-doa khusus yang ditujukan kepada seseorang yang akan diobati.
Tanda darah kotor ini bisa muncul dari sejak bayi atau sudah dewasa. Keberadaan tanda darah kotor ini bisa diketahui dari adanya "Pahuni" yang bisa dilihat oleh seseorang yang punya kemampuan untuk melihatnya. Orang yang mampu melihatnya harus memberitahukan kepada orang yang memiliki tanda darah kotor ini untuk di keluarkan karena kalau tidak maka bencana itu akan menimpa dirinya.
Syarat yang harus dilengkapi untuk mengeluarkan darah kotor ini yaitu: sebutir telur ayam kampung, sebatang jarum kecil, serpihan emas atau perak, sejumlah uang kertas yang digulung dan diletakkan di atas mangkuk putih yang berisi beras.
Jarum digunakan untuk mengeluarkan darah dari ibu jari orang yang akan diobati. Dan serpihan emas atau perak untuk menutup bekas tusukan jarum pada tempat jalan keluar dari darah kotor dari jempol penderita. sedangkan telur ayam digunakan untuk membuat tepung tawar bagi penderita  yaitu beras yang telah dimasukkan ke dalam telur ayam kampung yang telah dipecahkan terlebih dahulu.
R. Onasis

Sumber: Majalah Kalimantan Review no:174/XIX/Februari/2010

Read more...

Labels

anggrek hitam (1) Antu gergasi (1) bakpao (1) bakul (1) bambu (1) baning. Nephentes (2) barongsai (3) baronsai (1) batik (2) batik Tidayu (2) bawang putih (1) Bengkayang (1) bengkuang (1) beras ketan (1) betang (1) Bidayuh (1) bika (1) bokor (1) Borneo (1) buah golau (1) bubur (1) bubur gunting (1) bukit kelam (1) cakkue (1) cap go meh (2) cerita dayak (1) cerita rakyat (1) Cucur (1) cuisine (1) daging babi (2) daun pandan (1) daun pisang (1) Dayak (14) Dayak Jangkang (1) dayak mualang (1) Dayak Ngaju (1) Dayak pesaguan (1) Dewi Kwan Im (1) doa bapa kami (1) dwikora (1) ensaid panjang (1) es jeruk nipis (1) Festival (1) garam (1) gima (1) giring-giring (1) gula merah (4) gula pasir (2) gunung (2) ham pan (1) handcraft (12) hukum adat (2) hutan (2) Iban (1) ibanik (1) ikan (1) imlek (1) Jubata (1) juhi (1) kacang tanah (1) kain (2) Kalbar (10) Kalimantan Barat (33) kanayat'n (1) kantong semar (1) kantong semarm sintang (3) kapuas (2) katak (1) kayau (1) kelenteng (1) kelepon (1) kendayan (1) kerajinan tangan (8) keranjang (1) ketan (1) ketapang (1) ketupat (1) kue (8) kue bongko (1) kue dadar gulung (1) kue getuk ubi (1) kue Hu (1) kue kelepon (2) kue lapis (1) kuetiau (1) kuil (1) kuliner (2) lamang (1) lampion (1) landak (1) laut (1) leluhur (1) lezat (1) lila (1) lotos (1) makanan (4) manik-manik (5) Manisan (2) manuhir (1) Melayu (4) mengayau (1) mietiau (1) muri (1) naga (4) nenas (1) Ngaju (1) Nyobeng (1) Oleh-oleh (2) oncoi (1) our lord prayer (1) Pahuni (1) pakaian adat (5) pandan (1) panggang (1) pangkong (1) pantai (2) parutan kelapa (2) pati nyawa (1) peci (2) Pekong (2) penganan (1) Pengkang (1) petis (1) pewarna makanan (1) pisang goreng (1) Pontianak (4) pulut (1) ragi (1) resort (1) rujak (1) rumah adat Dayak (1) Rumah panjang (1) santan (2) sapek (1) Sekadau (1) serampang (1) singa (1) singgkawang (2) singkap mangkok (1) singkar (1) Singkawang (44) singkop (1) Sintang (3) sola (1) songkok (2) sotong (1) sungai (3) Supadio (1) tael (1) tajau (2) Tampung (1) tape (1) tathung (1) Tatung (2) telur (1) tempayan (2) Temple (2) tengkorak (1) tenun ikat (4) tenun traditional (1) Teping kanji (1) tepung beras (3) tepung beras ketan (1) tepung gandum (1) tepung terigu (1) thiam pan (1) timun (1) tionghoa (4) Toa Pekong (1) traditional (1) tuak (1) Tumpi (1) Tumpik (1) ubi kayu (1) udang (1) upacara (1) vanili (1) vihara (3) wajik (1) wajik ketan (1) wisata (1)

  © Blogger template The Professional Template II by Ourblogtemplates.com 2009

Back to TOP