My Holiday guide you to see the beauty of the West Borneo

Kue Bakul

Rabu, 24 Februari 2010

Pada setiap tahun menjelang tahun baru Imlek atau tahun baru menurut penanggalan masyarakat Tionghoa, kue ini merupakan sesuatu yang wajib tersedia di dalam setiap rumah warga Tionghoa yang merayakannya. Menurut dongeng yang hidup dalam masyarakat Tionghoa kue ini berfungsi untuk "menyogok" dewa Dapur agar membuat laporan yang baik-baik saja tentang manusia yang hidup di dunia. :o)  Oleh sebab itu kue yang dibuat ini rasanya manis dan sedikit lengket.


Kue Bakul ini atau kue Keranjang  ( bukan kue Ranjang ya .......... :) ). Cara pembuatannya kalau di Kalimantan Barat masih dilakukan secara tradisional. Kue ini dalam bahasa Tionghoa dialek Hakka / Kek, dinamakan Thiam Pan yang berarti kue yang manis. Bahan dan cara pembuatannya sebenarnya tidak rumit. Karena hanya di buat setahun sekali maka kue ini menjadi sesuatu yang spesial. Kue yang ditunggu-tunggu setiap tahunnya


Bahan untuk membuat kue ini hanya tepung beras ketan putih dan gula. Untuk gulanya bisa berupa gula merah ataupun gula pasir. Dulu kebanyakan kue ini terbuat dari campuran tepung beras ketan dan gula merah akan tetapi sekarang lebih banyak dari gula pasir. Perbedaan dari hasil akhirnya itu tampak pada warna dan aromanya. Kalau menggunakan gula merah lebih gelap  warna dan lebih harum apalagi kalau alasnya dari daun pisang. Sangat harum dan lezat sekaleeeeeeeee !!! 


Cara membuatnya sangat mudah campurkan tepung beras ketan dengan gula mempergunakan perbandingan 1:1 dan tambahkan air dingin. Aduk adonan itu seperti membuat kue pada umumnya. Setelah adonan siap maka masukkan ke dalam keranjang atau bakul jika pembuatannya masih ingin seperti tempo doeloe. Sedangkan untuk yang lebih modern menggunakan cetakan yang terbuat dari bahan kaleng dengan alas plastik. Setelah siap maka adonan kue tadi siap untuk dikukus sampai matang yang membutuhkan waktu sekitar 6 - 7 jam lamanya. Selama pengukusan ini air kukusan tidak boleh kering yang dapat mengakibat tidak jadinya kue.


Di Singkawang pada tahun ini warganya membuat kue keranjang raksasa dengan ukuran yang sangat besar sampai memecahkan rekor MURI. Kue keranjangnya memiliki tinggi 99 cm, diameter 288 cm dan bobotnya 8700 kg. Tepung beras ketan Putihnya 4500kg dan gula pasirnya juga 4500 kg. Kue ini dipajang di lapangan olahraga Kridasana yang merupakan pusat perayaan Imlek kota Singkawang. Bagi yang berminat untuk melihatnya dapat berkunjung ke kota Singkawang sebelum tanggal 28 Februari 2010 karena pada tanggal tsb kue akan dipotong-potong dan dibagikan untuk dimakan bersama-sama seluruh masyarakat kota Singkawang. Mantaaaaaaaaaaap euuuuuuuiiiiiiiiiii !!!! (MWB)

Read more...

Dried Grill Squid

Pencinta kuliner yang berbahagia, kali ini akan kita bahas lagi satu makanan ringan asal kota Singkawang. Makanan ini tentu sudah sering kita dengar namanya. Kalau bahasa kerennya, ya judulnya yang tertulis di atas. Sedangkan untuk yang bahasa lokalnya yang sangat familiar bagi warga Kalimantan Barat adalah Sotong Pangkong alias Juhi Panggang. Akan tetapi sekarang ini sudah berubah menjadi Sotong Giling. :(


So apa sich Dried Grill Squid itu ? And how to preserve it? Aha untuk yang sudah lama tinggal di Singkawang atau KalBar tentu mengerti cara menyajikan dan untuk yang belum tahu akan saya kasih kisikannya.

Bahan yang perlu disiapkan yaitu, sotong atau cumi yang sudah dikeringkan, cuka makan, cabe rawit, bawang putih, sedikit gula pasir, panggangan sate beserta arang. Ups hampir dech lupa sama yang satu ini yaitu palu kecil.

Cara menyiapkannya.
Nyalakan panggangan sate sampai baranya merata. Kemudian letakkan cumi yang sudah kering tadi diatasnya seperti saat memanggang sate, jika sudah matang langsing diangkat. ( jangan sampe hangus ya !!  :) ;) )

Untuk selanjutnya gunakan palu untuk memukul cumi yang sudah terpanggang tadi sampai empuk atau lebih tepatnya menjadi tampak serat-seratnya. Inilah asal usul nama Sotong Pangkong. Pada tahap ini harum aromanya pasti sudah menggugah selera.

Langkah selanjutnya siapkan bumbunya, haluskan cabe rawit dan bawang putih bersama-sama. Jika sudah, tambahkan sedikit gula pasir dan tuangkan cuka makan maka sudah siap untuk pesta sotong pangkong.

Cara menikmatinya suir sotong pakong tadi dan cocolkan ke dalam bumbu cabe tadi, kemudian haaaaaaaaaaap masukkan kedalam mulut. Kunyah sampai aromanya semakin tercium dan rasakan nikmatnya. Jadi netes nich air liurnya.
Oh ya jangan lupa sambil minum son kit siet alias es jeruk nipis. Selamat menikmati .............. !!! (MWB)

Read more...

Cung Ciau Pan d'Singkawang

Minggu, 07 Februari 2010

Pada saat musim hujan seperti sekarang ini makan gorengan adalah sesuatu yang sangat menyenangkan. It is always in The Rakuser mind. Singkawang selalu mampu memanjakan warganya dengan makanan yang lezat untuk dinikmati. Karena musim hujan, jenis gorengan ini pasti sudah dikenal sebagai makanan kecil yang dapat dimakan sebagai teman nonton tv atawa sambil kongkow ( bahasa Hakka-nya kongku ). Kali ini akan kita pesan pisang goreng alias cung ciau pan.

Pisang goreng buatan orang Singkawang berbeda banget dengan dari daerah lain. Bahkan pisang goreng Pontianak yang ada franchisenya itu juga asal usulnya dari Singkawang. Cung ciau pan made in Singkawang ini, bentuk dan rasanya lain sekali dengan dari daerah lain di Indonesia ini. Bentuk pisang goreng ini seperti kipas. Soal rasa jangan ditanya lagi, seng tak ada lawan.Pisang goreng ini terbuat dari pisang kepok ditambah dengan sedikit adonan tepung sehingga sangat garing apa lagi dimakan saat masih hangat.

Berdasarkan hasil investigasi ( he...he...he...he...he... seperti detektif  aja ya, :) ) dan sedikit mengamati cara pengolahannya akhirnya My Holiday bisa memberikan gambaran proses pembuatannya.
Bahan yang diperlukan ? ............Of course pisang dong yang utama.
Trus ? ............... Bawel amat sich ! Ya tepung terigu, tepung tapioka dan vanili.

Cara ngolahnya ? ............... Iiiiiiiiiiih berisik banget sich !!! Ntar pasti dikasih tau. Jangan ribut !!! Bikin tak konsen saja dech !!!

Nich caranya. Catat  yaaaaaaaaa! Ntar lupa lagi ...!!!
Pertama, kita kupas pisang kepok yang sudah mateng. Kemudian belah tiap buahnya menjadi sekitar 5 iris tetapi jangan dipisahkan, atur secara melebar.
Kedua, buat adonan encer yang terbuat campuran tepung terigu 8 bagian dan tepung tapioka 2 bagian kemudian tambahkan sedikit vanili kalo suka.
Ketiga, siapkan kuali untuk menggorengnya. he...he...he.....he....he..........he. Panaskan minyak goreng sampe siap untuk menggoreng. Celupkan pisang yang telah diiris dan diatur melebar tadi kedalam adonan. Setelah rata masukkan kedalam kuali. Biarkan sampe mateng baru dibalik. Setelah itu diangkat dan tiriskan minyaknya. Mudahkan ......... !!!
Keempat ?! ........... Ya, dimakanlah  yawwwwwwwwwwww !

Rahasia pisang goreng ini lebih pada rasa pisang kepok dan  cara membuatnya menjadi garing. Rasa garing ini karena adanya campuran tepung tapioka dan teknik memotong pisang menjadi irisan yang tipis. Tepung tapioka membuat adonan saat digoreng menjadi lebih garing. Bentuknya yang tipis akan membuatnya lebih criespi ( ingat dong dengan kripik singkong yang tipis ).

Ok, dech silahkan mencoba. Kalau udah mahir jangan lupa kirim ke saya anggota The Rakuser. Huahahahahaaha. ( MWB )

Read more...

Ritual Nyobeng 2010


 
Ritual Nyobeng dari berbagai referensi merupakan sebuah ritual memandikan atau membersihkan tengkorak manusia hasil mengayau oleh nenek moyang. Ini dilakukan oleh suku Dayak Bidayuh, salah satu sub-suku Dayak di Kampung Sebujit, Kecamatan Siding, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat. Upacara ini cukup mengharukan, dan berlangsung selama tiga hari. Dilaksanakan mulai tanggal 15 hingga 17 Juni 2010

 
Mengayau adalah peristiwa memenggal kepala manusia, kemudian tengkoraknya diawetkan. Sekarang, tradisi mengayau sudah tak dilakukan lagi. 
 
Kegiatan utama ritual Nyobeng yakni, memandikan tengkorak yang tersimpan dalam rumah adat. Sesuai aturan yang dipercaya secara turun temurun. Acara dimulai dari menyambut tamu di batas desa. Awalnya, ini dilakukan untuk menyambut anggota kelompok yang datang dari mengayau. Penyambut, mengenakan selempang kain merah dengan hiasan manik-manik dari gigi binatang. Dilengkapi dengan sumpit dan senapan lantak yang dibunyikan, ketika para tamu undangan hendak memasuki batas desa. Sumpit juga diacungkan secara bersamaan. Letusan suara dari senapan lantak ditembakkan tersebut, juga berfungsi memanggil roh leluhur sekaligus minta izin bagi pelaksanaan ritual Nyobeng. Kemudian, tetua adat melemparkan seekor anjing ke udara. Dengan menggunakan mandau, pihak ketua tamu rombongan harus menebasnya. Jika masih hidup, harus dipotong dengan mandau begitu jatuh ke tanah. Prosesi yang sama juga berlaku untuk ayam. Tetua adat melempar telur ayam kepada rombongan tamu. Jika telur tak pecah, maka tamu yang datang dianggap tidak tulus. Sebaliknya, jika pecah, berarti tamu datang dengan ikhlas.

Beras putih dan kuning dilempar sambil membaca mantra. Para gadis lalu menyuguhkan tuak dari pohon nira yang dicampur kulit pohon pakak yang telah dikeringkan. Seusai acara minum, rombongan tamu diantar menuju Rumah Balug yang terletak di tengah perkampungan.

Rumah Balug merupakan rumah adat yang berupa rumah panggung dan berbentuk bulat. Untuk memasuki rumah ini, dibuatkan undakan yang terbuat dari bilah pohon. Lebarnya sekira 10 meter dengan tinggi 15 meter dari tanah.

Saat memasuki tempat upacara, rombongan diberi percikan air yang telah diberi mantra dengan daun anjuang. Tujuannya sebagai tolak bala, agar para tamu terhindar bencana. Ketika memasuki area upacara, para tamu harus menginjak buah kundur yang diletakkan dalam baskom yang lebih dikenal dengan ritual Pepasan.

Bersama warga, para tamu kemudian menari tari Mamiamis sambil mengitari rumah adat. Mamiamis adalah tarian untuk menyambut dan menghormati para pembela tanah leluhur yang baru datang dari mengayau. Tarian ini diiringi oleh Tetua adat sambil menyanyikan lagu dan membaca mantra-mantra.

Tetua adat naik Rumah Balug. Simlog pun dipukul dan mercon dibunyikan. Tujuannya untuk memanggil arwah leluhur juga sebagai tanda dimulainya Upacara Nyobeng. Dilanjutkan dengan makan bersama di Rumah Balug. Toleransi juga tinggi. Bagi warga muslim, disediakan makanan khusus bukan daging babi. Sehabis makan, tamu boleh meninggalkan area rumah adat untuk beristirahat. Pilihannya bisa istirahat di rumah penduduk.

Saat istirahat, sebagian laki-laki di daerah tersebut menyusuri hutan untuk mencari bambu hutan. Diameternya sekitar sepuluhan centimeter. Smentara itu, setiap rumah membuat sesajian yang dioles dengan darah dari sayap ayam. Darah ayam ini juga dipercikkan ke bagian-bagian rumah dan pekarangan yang dianggap sakral.

Setelah dapat bambu hutan yang dicari, para pria itu menggotongnya menuju ke rumah adat secara beramai-ramai. Setelah itu para keluarga dan para tamu kembali menuju rumah adat. Dengan memegang mandau bambu dikitari sambil berbaris. Mandau yang dibawa merupakan pusaka keluarga. Hiasan pada gagang mandau dapat terbuat dari tulang atau kayu. Hiasan pada gagang juga sebagai lambang  yang mengandung makna dan prestasi tertentu dari sipemilik mandau dalam mengayau. Ketika persiapan sudah matang, ketua adat memberi isyarat untuk memulai kegiatan. Salah seorang maju ke depan sambil menarik mandau dari sarungnya kemudian menebaskan mandau ke batang bambu. Jika dalam sekali tebas, bambu putus maka ini merupakan pertanda baik menurut kepercayaan masyarakat adat setempat.

Seusai acara potong bambu, roh pun dipanggil oleh ketua adat. Adapun tujuan pemanggilan roh, leluhur untuk menghadirkan dan memohon ijin agar upacara Nyobeng berjalan lancar dan terlindungi. Tujuh macam sesajian diletakkan di batas desa. Kemudian ketua adat menaiki rumah panggung.  Kotak yang berada di atas bumbungan rumah adat kemudian diambil oleh tetua adat, yang mana didalamnya tersimpan tengkorak manusia dan kalung dari taring babi hutan.  Selanjutnya tetua adat melumuri tangannya dengan ramuan khusus dan terus mengoleskannya pada tengkorak yang ada di dalam kotak. Setelah itu ketua adat memotong seekor ayam hingga kepalanya putus. Kepala dan tetesan darah ayam tersebut dioleskan pada tengkorak. Kemudian tengkorak dimasukkan lagi pada kotak dan disimpan. 

Acara dilanjutkan dengan upacara memotong anjing. Darah anjing yang dipotong kemudian diusapkan pada tiang penyangga rumah adat, rumah-rumahan kecil, dan patung laki-laki dan perempuan yang berada di samping rumah adat dan patung. Rumah-rumahan dan patung-patung tersebut dianggap sebagai asal-usul nenek moyang mereka. Pemotongan anjing dimaksudkan untuk menolak roh jahat. Sebagian daging anjing yang baru dipotong kemudian dibawa ke atas rumah adat.

Source: http://disbudpar.kalbarprov.go.id/wisata-budaya/149-ritual-nyobeng.html 

Read more...

Chaupan Singkawang

Jumat, 05 Februari 2010

Berkunjung ke Singkawang sangat janggal rasanya jika tidak mencoba aneka jenis masakan yang ada di kota dengan julukan kota Seribu Pekong / Kelenteng ini. Jenis kuliner yang dapat dicicipi dapat berupa sayuran, daging maupun seafood dengan aneka ragam cara pengolahannya. Salah satu masakan yang menjadi primadona khas Singkawang ialah kue tiau / mie tiau goreng, dalam bahasa lokal Singkawang ( bahasa Hakka ) sering di sebut dengan Chaupan. Untuk penggemar makanan sejati or  The Rakuser, pasti tidak akan melepaskan kesempatan untuk melahapnya. Masakan ini sangat populer dan lezat rasanya. Nyam ..... nyam ...... nyam, udah ngiler nich .........!!! :);)


Sebelum memangsa makanan jenis ini ada baiknya, kita mengulas sedikit tentang Chaupan ini. Bagaimana proses mengolahnya sehingga berubah menjadi hidangan yang kaya aroma dan lezat, sserta bumbu yang yang di pakai.Dengan bantuan sedikit info ini tentu rasa penasaran para The Rakuser  akan sedikit terobati. Biasanya The Rakuser akan mencoba membuat masakan ini sendiri di rumah. Hehehehehe ....... ngeledek nich !!! :)

Kue Tiau or Mie Tiau atawa Pan Phi, merupakan mie yang terbuat dari bahan dasar tepung beras yang di campur dengan air. Setelah menjadi adonan, lalu dibuat menjadi lembaran-lembaran tipis ( seperti kulit lumpia ) yang besar kemudian diletakkan di atas tempat seperti nyiru ( talam ) dan lalu dikukus sampai matang. Selesai dengan proses pengukusan lembaran ini kemudian didinginkan dan selanjutnya dipotong memanjang dengan ukuran lebar kira-kira 1/2 cm.

Untuk bumbu yang dipergunakan sebenarnya tidak banyak jenisnya. Seperti bawang putih yang dirajang halus, kecap asin, serbuk merica, minyak goreng dan penyedap rasa.  Bahan lainnya berupa daging ( babi / sapi ), sawi hijau, taoge, udang, cumi, bakso ikan dan jeroan. Untuk bahan mentah yang lain ini seperti daging, jeroan dan cumi diiris tipis dan kecil. Sedangkan udang cukup dikupas dan dibuang kepalanya.


Sekarang kita melangkah pada kegiatan menggoreng. Panaskan wajan, jika sudah cukup tuangkan minyak goreng ke dalamnya. Setelah minyak menjadi panas, masukkan bawang putih yang telah dirajang. Bilamana sudah tercium bau wangi dari aroma bawang putih segera masukkan potongan daging, jeroan dan cumi serta bakso ikan. Bolak-balik agar menjadi rata, bila sudh 3/4 matang, potongan sayuran hijau segera di masukkan berikut dengan mie tiaunya. Bolak-balik lagi biar rata dan kemudian tambahkan sedikit air lalu ditutup sebentar.  Tambahkan kecap asin dan vetsin ( jika suka ). Terus dibolak-balik biar merata sampai matang.. Jika sudah matang Cahupan ini siap untuk disajikan dengan cara mennaruhnya di atas piring saji. taburkan sedikit serbuk merica. Untuk garnisnya dapat menggunakan irisan buah tomat dan daun seledri.


Untuk memberi rasa lebih nikmat saaat menyantapnya sebaiknya di iringi dengan es jeruk nipis atau es lidah buaya. Seterusnya nyam ..... nyam ....nyam, dan chaupan pun masuk kedalam perut The Rakuser. Biar cepat habis agar tidak diserobot oleh yang lain  dapat ditambahkan saos sambel khas Singkawang yang terkenal pedasnya.


Untuk Chaupan ini sebenarnya ada dua versi, yaitu versi komplit dan ekonomis. Untuk yang versi ekonomis murah meriah sering dinamakan Kincipan. Kincinpan ini hanya berupa mie tiau yang digoreng dengan tambahan daun cangkok manis, taoge dan telur. ( MWB)

Read more...

Rujak van Singkawang

Kalau bicara mengenai makanan, Singkawang bisa dikatakan merupakan surga bagi The Rakuser atawa orang yang hobi makan. Mungkin ini dikarenakan warganya senang makan. Kalau kita berkunjung ke rumah tetangga atau teman, salah satu pertanyaan yang diajukan bisa pastikan: " Sudah makan belum?". Jenis makanan yang dapat ditemukan di kota ini bisa yang berupa makan berat atau ringan. Berat maksudnya makanan sebagai menu utama sehari-hari, sedangkan yang ringan seperti bubur gunting, rujak, kembang tahu dsbnya.
Salah satu jenis makanan yang akan kita bahas kali ini ialah rujak khas Singkawang. Rujak ini berbeda dengan rujak Cinggur atau rujak tumbuk atau rujak yang biasa ditemukan di kota-kota lain di pulau Jawa. Bahan dasar mungkin sama akan tetapi ada sedikit perlakuan yang berbeda dengan bumbunya dan cara meraciknya. Bahan dasarnya berupa bengkuang, nenas, timun, petis, kacang tanah yang disangrai, cabe, garam, udang ebi  dan sedikit air yang sudah matang.

Cara membuat rujak ini cepat dan mudah banget. Apalagi waktu menghabiskannya .... hehehehehe !!! Buah yang kita beli dikupas habis dan dipotong kecil dan tipis. Ambil ulekan untuk membuat bumbu sambelnya. Ulek dulu sampai halus kacang tanah yang sudah disangrai, setelah itu masukkan petis sesuai selera ( biasanya petis hampir sama banyak dengan kacangnya ) campurkan sampai rata. Berikan sedikit air matang biar tidak mengumpal. Tambahkan cabe rawit dan garam sesuai selera dan ulek sampai halus. Kalau sudah selesai proses pembuatan bumbunya campurkan potongan buah yang telah disediakan sebelumnya terus dicampurkan hingga sampai merata bumbunya. Setelah selesai sajikan dengan memakai piring dan di atasnya taburkan gilingan udang ebi. Kegiatan selanjutnya tinggal nyam ..... nyam .......... nyammmmmmm, hehehehe. :) Membuatnya sekitar 1 jam menghabiskan paling 15 menit. Dasar The Rakuser ...  hiks .... hiks ....hiks. (MWB)


Read more...

Bubur Nasi Singkawang

Rabu, 03 Februari 2010

Weew, Singkawang memang kota yang banyak makanan yang enak-enak. Hi...hi....hi......hi, berbahagialah sebagai seorang The Rakuser. Di bagian tulisan ini akan dikuliti lagi tentang jenis makanan yang enak untuk dinikmati yaitu bubur. Bubur made in Singkawang berbeda dengan bubur seperti yang umumnya ditemukan di tempat lain atau yang biasa dimasak di rumah. Perbedaan ini terjadi karena proses pembuatannya yang sedikit berbeda. But perbedaan ini membuat apa yang tersaji memberikan sesuatu yang sangat lain dalam hal rasa dan aroma.

Bubur Singkawang kalau dipilah dapat menjadi beberapa macam, tergantung dari apa yang dicampurkan. Eit salah maksudnya tergantung dari apa yang dimasukkan kedalamnya. Jika yang ditambahakan berupa udang maka jadilah bubur udang, jika daging babi jadilah bubur daging babi, begitulah biasanya disebut.

Sedangkan untuk bumbu lainnya, minyak hasil gorengan dari bawang putih, lobak asin yang di potong halus ( tung hoi ), serbuk merica, kecap asin, kecap manis, cuka dan penyedap rasa. Serta sedikit rajangan sayuran hijau seperti sayur keriting sebagai pelengkap. Ups .... hampir lupa dengan kerupuk kulit yang terbuat dari kulit daging babi.

Nah, sekarang info bagaimana mereka menyiapkannya, kalo pake bahasa keren para chef di restoran gede is how to prepapare and to serve it. Dikit sok pake bahasa Inggris  tidak masalah kan? Hasil pengamatan dan tanya jawab ternyata diperoleh hasilnya seperti gini nich. Lumayan ribet but hasilnya enak banget.

Pertama kita buat bubur nasinya. Aneh juga ya hi .. hi.. hi.. hi.. hi.. Bubur kok nasi sich!  Yang dimaksud di sini ialah beras dimasak dengan air yang banyak sambil diaduk-aduk terus. Selama pemasakan ini beras yang dimasak diusahakan agar tidak pecah seperti bubur pada umumnya. Setelah matang terus ditiriskan. Air tajinnya tidak dibuang tetapi digunakan untuk mematangkan irisan daging yang akan digunakan. Dan air itu nanti akan digunakan untuk menanak lagi bubur itu sekali lagi. Sementara itu di mangkok yang akan digunakan untuk menyajikan dapat siapkan campuran minyak bawang putih goreng, potongan sayuran hijau dan tung choi. Bubur nasi yang dimatangkan saat kedua kali, dicampurkan  udang / daging / ikan atau katak. Setelah matang benar langsung dimasukkan ke dalam mangkok yang telah disiapkan. Kalau mau ditambah dengan telor bisa dilakukan dengan mematangkan telur itu seperti membuat telur mata sapi tetapi dipecahkan di dalam air tajin tadi. Perlu sedikit teknik yang baik agar telurnya tidak hancur. Setelah semua siap di dalam mangkok dapat ditambahkan sedikit kecap asin, serbuk merica, cuka makan dan kecap manis ( tergantung selera ). Sebagai catatan: kecap asin yang digunakan merupakan kecap asin yang dibuat secara tradisional, rasa lebih enak dan aromanya lebih harum. Bubur ini sering kali disertai juga dengan kerupuk kulit pada saat memakannya. Nyam .... nyam........nyammmmmmmmm !!! Setelah kenyang jangan lupa cuci perabot makannya. hi..hi...hi........!!!

Itulah sekilas tentang bubur nasi Singkawang. Harganya tidak mahal sekitar Rp.10.000 untuk di Singkawang, sedangkan di Kerendang, Jembatan Lima Jakarta Barat sekitar Rp. 12.000.( MWB )


Read more...

Labels

anggrek hitam (1) Antu gergasi (1) bakpao (1) bakul (1) bambu (1) baning. Nephentes (2) barongsai (3) baronsai (1) batik (2) batik Tidayu (2) bawang putih (1) Bengkayang (1) bengkuang (1) beras ketan (1) betang (1) Bidayuh (1) bika (1) bokor (1) Borneo (1) buah golau (1) bubur (1) bubur gunting (1) bukit kelam (1) cakkue (1) cap go meh (2) cerita dayak (1) cerita rakyat (1) Cucur (1) cuisine (1) daging babi (2) daun pandan (1) daun pisang (1) Dayak (14) Dayak Jangkang (1) dayak mualang (1) Dayak Ngaju (1) Dayak pesaguan (1) Dewi Kwan Im (1) doa bapa kami (1) dwikora (1) ensaid panjang (1) es jeruk nipis (1) Festival (1) garam (1) gima (1) giring-giring (1) gula merah (4) gula pasir (2) gunung (2) ham pan (1) handcraft (12) hukum adat (2) hutan (2) Iban (1) ibanik (1) ikan (1) imlek (1) Jubata (1) juhi (1) kacang tanah (1) kain (2) Kalbar (10) Kalimantan Barat (33) kanayat'n (1) kantong semar (1) kantong semarm sintang (3) kapuas (2) katak (1) kayau (1) kelenteng (1) kelepon (1) kendayan (1) kerajinan tangan (8) keranjang (1) ketan (1) ketapang (1) ketupat (1) kue (8) kue bongko (1) kue dadar gulung (1) kue getuk ubi (1) kue Hu (1) kue kelepon (2) kue lapis (1) kuetiau (1) kuil (1) kuliner (2) lamang (1) lampion (1) landak (1) laut (1) leluhur (1) lezat (1) lila (1) lotos (1) makanan (4) manik-manik (5) Manisan (2) manuhir (1) Melayu (4) mengayau (1) mietiau (1) muri (1) naga (4) nenas (1) Ngaju (1) Nyobeng (1) Oleh-oleh (2) oncoi (1) our lord prayer (1) Pahuni (1) pakaian adat (5) pandan (1) panggang (1) pangkong (1) pantai (2) parutan kelapa (2) pati nyawa (1) peci (2) Pekong (2) penganan (1) Pengkang (1) petis (1) pewarna makanan (1) pisang goreng (1) Pontianak (4) pulut (1) ragi (1) resort (1) rujak (1) rumah adat Dayak (1) Rumah panjang (1) santan (2) sapek (1) Sekadau (1) serampang (1) singa (1) singgkawang (2) singkap mangkok (1) singkar (1) Singkawang (44) singkop (1) Sintang (3) sola (1) songkok (2) sotong (1) sungai (3) Supadio (1) tael (1) tajau (2) Tampung (1) tape (1) tathung (1) Tatung (2) telur (1) tempayan (2) Temple (2) tengkorak (1) tenun ikat (4) tenun traditional (1) Teping kanji (1) tepung beras (3) tepung beras ketan (1) tepung gandum (1) tepung terigu (1) thiam pan (1) timun (1) tionghoa (4) Toa Pekong (1) traditional (1) tuak (1) Tumpi (1) Tumpik (1) ubi kayu (1) udang (1) upacara (1) vanili (1) vihara (3) wajik (1) wajik ketan (1) wisata (1)

  © Blogger template The Professional Template II by Ourblogtemplates.com 2009

Back to TOP